Senin, 23 Maret 2015

Maaf

Air mataku terjatuh
mengalir deras bersama waktu
mengimbangi luka dalam hatiku
Sakit. Pedih. Perih
Seolah-olah aku merobek sendiri hati
dengan pisau 'kenangan' dan 'memori'

Aku berteriak, lirih
di ruangan gelap nan senyap
berharap terdengar oleh Tuhan

Aku marah, Tuhan
marah pada diri sendiri

Lalu aku pun terdiam
Menciptakan keheningan yang perlahan-lahan
merobek keakraban

Salahku, semua ini salahku Tuhan
Aku yang bertindak sembarangan
Aku yang menciptakan jarak
Aku yang memilih untuk terdiam
Tapi....
tapi kenapa sulit meminta maaf, Tuhan?

Apakah semua tak akan kembali seperti dulu?
Dan aku...
aku bukan lagi gadis kecilnya yang lugu

broken

Minggu, 22 Maret 2015

Melepaskan

Akhirnya aku sudah memilih. Memilih untuk melepaskan. Hhh... Aku tau ini tak mudah, aku sudah pernah melakukannya dan berakhir dengan galau yang tak kunjung reda. Dan kini, aku meniatkan diri untuk melepaskannya. Melepaskan dia yang memang tak pernah ku miliki. Melepaskan dan merelakan dia untuk bahagia dengan caranya.

Aku tak apa, sungguh. Aku merasa lebih baik sekarang. Tiap bertemu dengannya, aku sudah bisa tersenyum. Bukan. Bukan tersenyum bahagia karena bisa bertemu. Tapi aku tersenyum karena aku merasa senang karena tak ada lagi beban di hatiku.



Dari semua ini, aku belajar beberapa hal. Melepaskan tak berarti melupakan. Dan melepaskan dapat membuat beban di hatiku berkurang.
*Lewat postingan ini, aku tak bermaksud untuk menggurui siapapun dan meminta siapapun yang membaca ini untuk melakukan hal yang sama seperti ku. Karena sebanyak apapun aku membaca teori tentang 'melepaskan', melakukan hal itu sungguh tak mudah. Aku hanya ingin bercerita. Dan semua puisi yang telah tertulis untuknya di blog ini biarlah seperti apa adanya. Biarlah semua tulisan itu menjadi kenangan :)*
Selamat tinggal langit biru ku :)