Sabtu, 31 Agustus 2019

Therapy

Teruntuk kamu di luar sana, yang ingin didengar namun tidak menemukan telinga yang bersedia, ijinkan aku mengajukan diri. Tapi, sebagai pembuka, berikan sedikit waktumu dan dengarkan aku.

Saat ini, alunan lagu Therapy milik All Time Low terdengar di kedua telingaku melalui headphone yang terpasang sejak... sekian jam lalu. Lagu lama, tapi baru kutemukan sesaat yang lalu, yang kini telah terputar berulang kali. Pada pukul dua dini hari dan ditemani secangkir kopi yang tidak pahit dan kehilangan suhu panasnya, serta lagu milik All Time Low ini (tentu saja) membuatku tergerak untuk menulis.

...........


Ada hari-hari melelahkan dan berat yang pasti dilalui manusia. Mulai dari hal yang sederhana seperti kehilangan bolpoin atau hal yang rumit seperti kehilangan seseorang yang berharga. Dan jika muncul sebuah pertanyaan, apakah manusia menginginkan hal yang sulit dan menyakitkan dalam hidupnya, tentu saja akan ada banyak jawaban tidak. Peristiwa buruk dan perasaan tidak menyenangkan yang timbul setelahnya bukan sesuatu yang diinginkan manusia. Namun pada titik tertentu, manusia tidak dapat memilih apa yang digariskan oleh takdir bukan?


Dan... tidak jarang kita merasa hancur karena rasa sakit yang tidak berkesudahan. Terlalu lelah untuk melanjutkan langkah. Bahkan tak dapat memikirkan hal-hal yang indah. Kita cenderung menyesali apa yang telah terjadi dan mungkin malah menyalahkan diri sendiri. Kita mulai kehilangan rasa percaya kepada diri sendiri. Merasa tidak berhak mendapatkan kemurahan hati namun di sisi lain menangis menjerit ingin dikasihi. Dan kita berhak mendapatkan itu, bukan dari orang lain tapi DIRI SENDIRI.

Kapan terakhir kali kamu mengatakan hal-hal yang baik dan tidak kasar kepada dirimu sendiri?
Kapan terakhir kali kamu memberikan pujian yang tulus terhadap apa yang telah kamu raih?
Kapan terakhir kali kamu menatap diri di cermin dan mengatakan bahwa kamu menyayangi dirimu sendiri?
Kapan terakhir kali kamu percaya pada dirimu sendiri?
Dan kapan terakhir kali kamu memeluk dirimu sendiri ketika kamu menangis?

Pernahkah pada setiap malam sebelum kamu tidur, kamu mengucapkan selamat malam pada dirimu sendiri dan mengatakan terima kasih bahwa kamu sudah berusaha hari itu?

..............

Teruntuk kamu yang membutuhkan pelukan, ijinkanlah dirimu sendiri untuk memelukmu. Sekali saja, percayalah pada dirimu dan berikan kasih sayang yang kamu butuhkan.

Dan seperti yang kusebutkan sebelumnya, aku mengajukan diri untuk mendengarkan ceritamu.







Nb: Sebuah pengingat yang juga kusampaikan pada diri sendiri karena setiap manusia berhak mendapatkan kasih sayang (dari diri sendiri).

Selasa, 05 Maret 2019

Kemarin Aku Pulang


Seseorang pernah berkata padaku, perjalanan terakhir manusia adalah pulang, kembali ke tempat di mana dia mengawali kehidupan. Setelah melewati banyak jarak dan perjalanan yang terkadang mudah terkadang sulit, pulang adalah hal yang paling diinginkan. Lelah akan terbayar ketika tiba di rumah. Tapi kemudian akan muncul sebuah pertanyaan, di manakah rumah?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumah diartikan sebagai bangunan untuk tempat tinggal. Namun apakah rumah hanya sekadar bangunan? Apakah rumah tidak memiliki makna lain bagi makhluk hidup?

Lantas, apa yang terlintas di pikiranmu ketika kata rumah disebutkan? Pernahkah kamu bertanya pada dirimu sendiri? Atau mungkin pada orang lain yang kamu kenal?

Setiap orang memiliki arti rumah masing-masing. Aku percaya itu. Arti rumah bagiku dan bagimu mungkin sama, mungkin tidak. Hal itu bukan sebuah masalah. Karena rumah tidak hanya memiliki satu arti. Karena rumah bagi setiap makhluk adalah hal yang subjektif, mungkin bermakna mungkin tidak.

Home Sweet Home
~sketsa angin/050319~


Inikah rasanya pulang,
jantungmu berdebar dengan kencang
pada setiap langkah kaki yang menapaki jalan setapak penuh kenangan.
Inikah rasanya pulang,
setiap orang dengan wajah yang dikenal dan dimakan usia
menyapa dan bertanya, “Apa kabarmu? Masih ingatkah padaku?”
Inikah rasanya pulang,
jantungku berdegup kencang,
gugup tapi juga senang.
Simbah, ibu... aku pulang.
(2 Maret 2019)

Senin, 11 Februari 2019

3AM Playlist

Pukul 3 dini hari saat ini,
apa kabar?

Matahari belum menampakkan diri meski hari telah berganti. Aku enggan menutup mata, terbayang ngerinya mimpi. Beberapa hari bermimpi buruk sudah jadi pertanda bahwa pikiran sedang lelah dan tertekan dari segala arah. Ah sudahlah, kataku menyerah pada denyut di kepala. Oh ayolah, kataku di malam yang kesekian. Dan selalu berakhir dengan menghela nafas panjang sambil melihat langit-langit kamar.

Aku kesepian, racauku suatu malam pada sepinya kehidupan. Menunggu matahari muncul dari persembunyian hanya dengan berdiam . . . . melelahkan namun tak ingin memejamkan mata. Beberapa orang mungkin dengan senang hati menciptakan obrolan dengan seseorang pada pukul 3 dini hari. 3AM talks, istilah itu tidak asing bagi mereka yang terbiasa bebagi cerita dengan seseorang setelah tengah malam. Dan beberapa percaya, seseorang yang mau mendengarkan ocehan pada dini hari adalah orang yang perlu dipertahankan. Sebagian berharap memiliki orang seperti itu, sebagian yang lain menyerah pada sepi.

Aku adalah yang menyerah, pada benda persegi empat menyala terang yang mulai menggoda. Biasanya aku akan mencari alunan suara yang meninabobokan, serupa nyanyian alam, yang terkadang membosankan di telinga. Sampai aku menemukan senandung yang berbeda, bukan instrumen musik di tengah rerimbunan daun bergerisik. My-3AM-playlist, daftar putarku pada pukul 3 dini hari:


Beberapa lagu terangkum dalam satu video. Terkadang jika aku bosan mendengar suara air mengalir, aku akan memilih mendengarkan lagu-lagu itu sambil meminta (isi) kepalaku bersantai sejenak. Atau mendengarkan senandung lainnya yang dapat kutemukan pada saluran itu (Relief). Salah satu senandung kesayanganku berjudul "This lonely rain will keep on falling, till I see you again". Tentu saja aku mendengarkannya dengan harapan dapat mengundang rasa tenang untuk singgah.

Terkadang berhasil,
tak jarang tidak.

Sabtu, 09 Februari 2019

Kepada Gadis Matahari, Apa Kabar?

Kepada gadis matahari,
apa kabar?

Saat aku menuliskan ini untukmu, kita sama-sama tahu perihal lukamu. Tentang apa yang menjadi sebab juga mengapa nama itu kamu dapat. Jawabannya sama, tersurat jelas pada nama. Tak perlu dipungkiri, jangan menyangkal lagi.

Matahari.

Kita sepakat bahwa matahari, selain menjadi bagian namamu, juga menjadi alasan terbesarmu untuk berteriak, melawan dan memberontak. Kita pun sepakat, saat ini hatimu perih dan tubuhmu letih menahan amarah yang teramat pedih. Lalu yang kamu pilih adalah membiarkan mulut terkunci serta menahan air mata dengan gigih. Meremas anggota tubuh dengan harap berbagi keluh.

"Apa kabar?" hanyalah pertanyaan basi yang kusampaikan untuk mengawali surat ini. Karena aku tahu sebenarnya apa yang sedang kamu rasakan.

Kamu pasti bosan ya mendengar aku berkata, "tidak apa-apa ketika kamu sedang terluka." Tapi aku tidak akan berhenti mengatakannya. Karena luka adalah bagian dari hidup kita. Dan tidak apa-apa jika kamu ingin menangis karena sakit yang kamu rasa.

Matahari, seperti yang kita tahu, adalah salah satu alasan kamu ingin menangis setiap saat. Cahayanya yang menyilaukan. Keberadaannya yang diharapkan. Kehadirannya yang ditunggu. Tidak seperti kamu. Itu kan yang kamu pikirkan?

Aku tidak menyalahkanmu, sayang. Matahari memang memiliki porsi besar dalam kehidupan. Kamu hanya entitas yang tak seberapa jika dibandingkan dengannya. Tapi apa itu berarti kamu tidak berharga?

Tanpa kamu, tidak ada sebutan gadis matahari yang mengangkat nama 'matahari' ke permukaan. Mungkin saja masih ada yang tidak tahu kalau gadis matahari bisa menjadi sebutan yang anggun. Tidak percaya? Cari saja di mesin pencarian gambar dengan kata kunci 'sunflower girl'. Kamu akan menemukan gambar-gambar cantik, baik lukisan maupun foto yang menarik mata.

Maksudku adalah, kamu berharga sayang. Tidak seperti matahari yang bersinar terang itu memang. Tapi kamu punya harga dan nilai yang berbeda dengannya. Jika ada yang tidak menginginkanmu dan lebih memilih matahari, sampaikan pada dirimu sendiri, orang itu memang tidak berhak mengenalmu lebih jauh. Abaikan saja, dia adalah bagian dari orang-orang yang tidak perlu kamu pedulikan.

Kamu berharga dan aku ingin kamu meresapinya. Kamu tidak perlu menjadi matahari untuk dapat menarik perhatian orang-orang. Dan kamu tidak perlu membenci matahari untuk cahayanya menyilaukan hati. Karena yang kamu perlukan adalah menerima dirimu menjadi gadis matahari.

Dan satu lagi yang ingin kukatakan,
kamu adalah gadis matahari yang kucintai.

"Gadis Matahari"
-sketsa angin-